Petani jujur, petani makmur

“Bila perubahan yang kita tawarkan itu gathuk (cocok), mathuk (pantas). dan cucuk (untung) bagi petani, petani akan menerima perubahan”  (Tjandramukti)

Pada saat kita melakukan kerjasama dengan petani untuk melakukan suatu usaha cocok tanam perlu diperhatikan beberapa faktor pembatas yang kita tidak dapat mengontrolnya 100 persen, seperti iklim, pasar, dan faktor sosial ekonomi petani penggarap.

Faktor sosial ekonomi yang saya maksud adalah sifat- sifat yang melekat pada diri petani secara turun temurun atau muncul dari pengalaman hidup mereka, diantaranya yang sering menimbulkan permasalahan adalah:

  • Petani takut rugi, mereka membutuhkan jaminan agar mereka tetap mendapat hasil pada saat panen. Hal ini akan membuat mereka membuat usaha penyelamatan (saya menyebutnya asuransi), seperti misalnya bantuan pupuk mungkin akan dibagikan pada tanaman kerjasama dan tanaman milik mereka sendiri juga, misalnya dengan alasan tumpang sari; semisal bila kita bekerjasama dengan mereka menanam jagung, di lahan yang sama mereka menanam ketela pohon yang notabene memiliki umur panen lebih lama, pada saat petani memupuk jagung, secara “tidak sengaja” mereka juga memupukkannya pada ketela pohon mereka.
  • Petani tersebut sudah “berpengalaman” melakukan usaha cocok tanam dengan metode yang mereka percayai terbaik selama ini, sehingga perubahan metode yang ditawarkan pada mereka akan menimbulkan resistensi. Hal ini menyebabkan perlunya modifikasi metode untuk tiap wilayah menyesuaikan kearifan lokal yang ada. Ada baiknya membuat perubahan metode secara bertahap yang diaplikasikan pada percobaan yang dilakukan petani sendiri (farmer participatory research), sehingga petani dapat memuuskan metode mana paling menguntungkan bagi mereka.
  • Tidak semua petani jujur. Entah karena keadaan yang selalu menempatkan posisi petani sebagai warga kelas bawah, atau hal yang lain, kita mungkin akan menemukan fakta ini. Untuk itu perlu ada sistem kontrol yang jelas, mulai dari awal tanam hingga panen. Kerjasama pembelian misalnya sering kali dihadapkan dengan perbedaan harga pasar, di mana harga pasar mungkin lebih tinggi dari yang kita kontrakkan. Bila tidak ada keluwesan mengenai harga, petani dipastikan akan menjual produk mereka ke pasar bukan kepada kita meskipun adak kontrak yang mengikat, mereka bisa beralasan gagal panen, hasilnya tidak optimal, dan lain- lain. Peramalan harga yang baik, kontrol di lapangan, reaksi cepat pada saat panen dapat mengurangi risiko tersebut.
Tumpang sari koro dan jagung, link
  • Petani memiliki standar yang berbeda, seperti misalnya hal fisik tentang kadar air, takaran pupuk, penimbangan, dan  pengukuran luas wilayah. Misalnya untuk pengukuran luas wilayah, petani akan menggunakan standar yang mereka gunakan turun temurun yang mungkin akan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain. Di Jawa Anda akan menemukan 1 bahu (sistem baon) di satu wilayah akan memiliki perbedaan dengan wilayah lain. Pastikan standar baku dan sosialisaikan di awal, sehingga tidak akan menimbulkan kesimpangsiuran misalnya pada saat pengukuran hasil panen.